Peringatan Terakhir
by Luqman Purnomo on Nov.22, 2009, under
PERINGATAN TERAKHIR (DENGAN FIRMANNYA: IDZA JAA’A AMRUNA WA FAARATTANUURU = APABILA DATANG PERINTAH KAMI DAN DAPUR TELAH MEMANCAR AIR).
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, Al-Hakim dan Al-Dzahabi Rasulullah bersabda bahwa mitsluka wa mitslu al-aimmati min waladika ba’di mitslu safinati Nuuhin, man rakibaha najaa waman takhallaqa ’anhu ghariqa.......
Artinya ”kamu (Ali) dan para Imam (yang gilir gumantinya tidak akan pernah terputus sama sekali sampai kiyamat nanti, yaitu putra-putraku) yang datang dari sulbimu sesudahku persis bagaikan perahu (nabi) Nuh, siapa yang naik di atasnya selamat dan siapa yang menolak, tenggelam”.
Kini Imam yang dikehendaki Ilaahi yang tetap tegak dengan ajaran Allah tentang Al-Kitab, Al-Hikmah dan An-Nubuwah untuk mengembalikan Hak MutlakNya Allah dan hak-hak Junjngan Nabi Muhammad SAW pada tempatnya semula, di akhir zaman ini, oleh Junjungan Nabi Muhammad SAW diberi sebutan (Imam) Al-Qaim Al-Mahdi.
Tegak dengan senjata Nubuwah Syamsiyah yang dilambangkan dengan sebutan Asy-syi’’atun (sama sekali bukan Syi’ah), yang padanannya Dhiya’usysysamsi. Yakni Cahaya Matahari.
Memancarkan ”Cahaya Ilmu Nubuwah: kepada hamba Allah yang dikehendaki dengan hidayahNya ke dalam dada supaya dapat mencahaya dengan Nur Muhammad (dengan Cahaya TerpujiNya Dzat Yang Mutlak WujudNya)
Dengan ini menyampaikan perintah terakhir.
Setelah membaca tanda-tanda yang diberikan Allah sebagaimana tanda-tanda yang telah diberikan Allah kepada Nabi Nuh dengan firmanNya.
(Q.S Huud 40)
”Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami perintahkan: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang, dan keluargamu kecuali orang yang dahulunya telah ditetapkan terhadapnya (tetap dalam keadaan kekufuran dan mendustakan) dan muatkanlah pula orang-orang yang beriman." Dan tidak beriman bersamanya kecuali sedikit”.
Perahu di zaman Nabi Nuh benar-benar berbentuk perahu dari papan dan paku. Perahu di zaman al-Qaim Al-Mahdi adalah Gerakan Jamaah Lil-Muqorrobin. Paku yang memperkokoh tegak berdirinya iman dan taqwanya adalah : Laa biwushulin ilaihi illa bi waasithatin.
Papannya adalah tempat-tempat berjamaahnya para warga Gerakan Jamaah lil-Muqorrobin yang dengan setia dan seia sekata memenuhi sumpahnya dan janjinya.
AKIBAT SAMA SEKALI TIDAK MEMPAN DIPERINGATKAN OLEH YANG BERHAK DAN SAH MEMBERI PERINGATAN.\
(Q.S. Al-Mukminuun, ayat 23)
Artinya: Wahai kaumku, sembahlah Allah; sebab sesungguhnya sekali-kali tidak ada ilah selain HU (yang tersimpan di dalam rasa hati mengenai Ada dan WujudNya Dia Dzat Al-Ghayb Yang Mutlak WujudNya). Mengapa kamu tidak bertaqwa?.
Berimannya orang-orang yang bertaqwa kepada Allah adalah ma’rifatun wa tashdiqun.
Ma’rifatun adalah alladziina yu’minuuna bi Al-Ghaybi.
Seyakinnya mengenal dan mengetahui di dalam rasa hati Ada dan Wujud DiriNya Dzat Al-Ghayb Yang jelas wajib wujudNya dan jelas mudah diingat-ingat dan dihayati.
Wa tashdiqun, sama sekali tidak pernah bimbang dan sama sekali tidak pernah ragu terhadap mengadanya hamba yang diutus Allah memberi petunjuk dengan methode tunjuk mengenai Ada dan Wujud DiriNya Ilaahi Yang Al-Ghayb itu supaya dapat dengan mudah di ma’rifati (diingat-ingat dan dihayati di dalam rasa hati dan dijadikan tujuan tempat kembali dengan bimbingan sang petunjuk).
Memenuhi petunjuk Allah:
(Q.S. Taqwir 24)
Bahwa dia (Muhammad hakekatnya Nur Muhammad, oleh karena itu mengadanya abadi) tidak akan pernah bakhil memberi petunjuk (dengan methode tunjuk mengenai Ada dan WujudNya) Al-Ghayb.
Al-Ghayb itu sama sekali bukan al-ghuyyub (yang dibangsakan gaib karena sama-sama tidak bisa dilihat oleh mata kepala tetapi sama sekali bukan DiriNya Zat Ilaahi Yang Al-Ghayb).
Mengenal dan mengetahui dari yang berhak dan sah menunjuki DiriNya Ilaahi Zat Al-Ghayb Yang Mutlak WujudNya sama artinya dengan seyakinnya mengenal dan mengetahui fitrahnya jati diri (benih sucinya sendiri) yang dicipta oleh Allah dari FitrahNya (=kesucian DiriNya Zat Yang Maha Suci), yang disimpan Allah di dalam rasa.
Karena itu sekaligus menjadi ”pintunya mati yang selamat pulang kembali kepada asalnya. Kembali kepada DiriNya Ilaahi dengan rasa bahagia selama-lamanya.
Dan oleh karena itu meminta petunjuk ilmu yang satu ini hukumnya lebih wajib bagi yang ngakunya Islam (agamanya) dan yang dikehendaki Allah dengan hidayahNya.
Lebih wajib meskipun dibandingkan dengan kewajiban shalat. Supaya shalatnya dijadikan bisa memenuhi amanat Allah dan perintahnya; ”Wa aqimishshalaata lidzikri” .
Peringatan dari yang berhak dan sah memberi peringatan seperti itu, ditolak. Sebagaimana menolaknya para pemuka pada zaman Nuh di utus.
(Q.S. Al-Mukminuun 24)
Artinya. ”Maka pemuka-pemuka orang-orang yang tidak percaya di antara kaumnya menjawab: "Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang berkehendak supaya menjadi seorang yang lebih diutamakan daripada kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa malaikat. Belum pernah kami mendengar seruan yang seperti ini pada masa bapak-bapak kami (dan dari orang-orang yang kami tuakan) sejak dahulu.
(Q.S. Al-Mukminuun 25)
Ia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah terhadapnya sampai suatu waktu (Kami binasakan dengan azabKu)."
Menghadapi seperti itu maka Nabi Nuh dan kini aku, mohon kehadiratNya
(Q.S. Al-Mukminuun 26)
”Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakanku.”
Pertolongan Allah itu berupa turunnya Azab dan bencana yang membinasakan sehabis-habisnya terhadap mereka yang mendustakan Hak MutlakNya Allah dan hak-hak Junjungan Nabi Muhammad SAW yang seharusnya selalu berada di tempatnya.
Nubuwah Syamsiyah yang diperlambangi dengan sebutan Asy-syi’’atun = Dhiya’usyamsi yang artinya Cahaya Matahari adalah Shiratal-Mustaqim yang Dhahiruhu syariat wa batinuhu hakekat, sebagaimana diteladankan oleh Junjungan Nabi Muhammad SAW agar dicontoh dengan benar dan ikhlas. Sebagaimana sabdanya:”Ana shiratullahi al mustaqiimu alladzi amarakum biitba’ihi. Tsumma Ali min ba’di. Tsumma wuldi min sulbihi aimmah (ila al yaumi al-qiyamah) yahduuna ilaa Al-Haq wa bihi ya’diluuna”.
Oleh karena itu adalah perintahnya Guru (yang hakekat Guru (Washitah) ini adalah Nur-Muhammad).
Perintah yang dapat dilihat mata kepala dan dapat dikerjakan seluruh anggota jasad. Sebab syareat adalah asal kata dari Syara’a yang artinya mempola jalan menuju kepada sumber. Sumber segala adalah DiriNya Ilaahi (Hakekat).
Dan bahwa Guru (Washitah) hakekatnya Nur-Muhammad sebagaimana sabda Junjungan Nabi SAW: An Nuuru minallahi ’Azza wa Jalla fiyya maslukun tsumma fii ’aliyyin tsumma fi an nasli minhu ilaa al-Qaaimi al mahdiyyi alladzi ya’khudzu bihaqqillahi wa bi kulli haqqin huwa lana, liannallaha ’Azza wa Jalla qad ja’alna hujjatun ’ala al muqashshiriina wa al mu’aaniidiina wa al mukhaalifiina wa al khaainiina wa al atsimiina wa al dzalimiina min jamii’i al ’aalamiina.
Cahaya Terpujinya Dzatullah ‘Azza wa Jalla senantiasa mencahaya (dan terus-menerus mengalir ) di dalam diriku, kemudian kepada Ali setelahku dan berikutnya ke dalam diri zuriat keturunannya sehinggalah kedalam diri (Imam) Al Qaim Al Mahdi yang akan mengembalikan Hak Allah dan seluruh hak-hak kami ke tempatnya semula. Sebab Allah ‘Azza wa Jalla telah menjadikan kami sebagai hujjah dan bukti-Nya terhadap orang-orang yang ingkar, penentang, pembangkang, pengkhianat, pendosa dan penzalim dari seluruh mahluk di jagat raya ini.
JAMINAN ALLAH TERHADAP ORANG-ORANG YANG BERIMAN BERTAQWANYA BENAR DAN DIBENARKAN OLEH-NYA.
Sebagaimana telah sangat sering dijelaskan bahwa iman yang benar dihadapan Allah adalah ma’rifatun wa tashdiqun. Seyakinnya mengenal dan mengetahui diriNya Zat Ilaahi Zat Yang Al-Ghaib di dalam rasa hati lalu hanya ini yang selalu ditetapkan dengan cara senantiasa diingat-ingat dan dihayati dan dijadikan tujuan tempat kembali (makna kalimah itsbat Illallah). Sebab semua dan apa saja termasuk wujud jiwaraga manusia sebenarnya adalah hijab yang harus diperjuangkan untuk dinafikan (makna kalimah nafi: Laailaaha). Kullu syaiin halikun illa wajhahu. Dzaalika bi annallaha huwa Al Haqqu wa anna maa yad’uuna min duunihi al baathil. (QS. Lukman 30). Artinya, yang demikian itu karena sesungguhnya Allah itu Huwa Al-haqqu, dan sesungguhnya apa saja yang diseru, disembah, diingat-ingat, dituju selain DiriNya Zat Yang Huwa Al-Haqqu (WangsitNya Guru), batal.
Watashdiqun, sebab beriman yang secara benar dihadapan Allah harus membenarkan mengadanya seorang rasul yang keberadaannya ditengah-tengah umat yang dibimbingnya menjadi hak mutlaknya Junjungan Nabi Muhammad SAW Rasulullah. Sebagaimana maksud firmanNya: wamaa huwa ‘ala Al-Ghaibi bidhanin (QS : Takwir 24). ‘Alimu Al-Ghaybi falaa yudzhiru ‘ala ghaybihi ahadan illa manirtadhaa min rasuulin…….(QS. Al-Jin 26) dan 27).
Menduga-duga saja mengenai DiriNya Ilaahi Zat Al-Ghayb yang sangat dekat sekali didalam rasa hati oleh Allah benar-benar dianggap kufur.
(QS. Saba’ 53).
Resikonya sangat mengerikan sebagaimana firmannya
(QS. Saba’ 51).
Dan (alangkah hebatnya) jikalau kamu melihat ketika mereka (orang-orang yang hanya menduga-duga saja DiriNya Ilaahi Yang Al-Ghayb dari tempat yang jauh) terperanjat ketakutan saat mati yang hanya sekali saja ditemui dan dirasakan) ; maka mereka tidak dapat melepaskan diri dan mereka ditangkap dari tempat yang dekat (oleh wadya balanya iblis ke tempat sesat mereka). Dan di waktu itu mereka berteriak : kami beriman kepadaNya, bagaimanakah mereka dapat mencapai (benarnya beriman) dari tempat yang jauh ? Maka mengalami nasib yang hina sebagaimana para jin. An lau kaanu ya’lamuuna Al-Ghayba maa labitsuu fii al’adzaabi al muhiini. (QS. Saba’ 14). Artinya sekiranya mereka mengetahui (DiriNya Ilaahi Yang) Al-Ghayb tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.
Berimannya orang yang benar (ma’rifatun wa tashdiqun) adalah sebagaimana difirmankan Allah dalam QS. Ali Imran ayat 164 :
Artinya : Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang yang beriman (nya secara benar telah ma’rifatun wa tashdiqun) ketika Allah mengutus dari kalangan mereka sendiri seorang rasul dari fitrah jati diri mereka sendiri (= Nur Muhammad) yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum kedatangan rasul itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Bertaqwanya orang-orang yang berimannya secara benar telah ma’rifatun wa tashdiqun di hadapan Allah; mujtahidun fii ‘ibadatihi bi shidqin wa ikhlasin.
Yaitu bersungguh-sungguh menjalani ibadahnya kepada Allah dengan benar dan ikhlas. Ibadah yang benar : Itba’. Wattabi’ sabiila man anaaba ilaiyya. (QS. Luqman 15). Itba’. kepada rasul yang tugas pokoknya sebagai Wasithah. Dan ikhlas oleh karena Allah dijadikan paham dan mengerti ajaran GuruNya (Wasithah) bahwa : Al ikhlashu sirri min sirri, istauda’tuhu qalba man uhibbu min ‘ibaadi. Ikhlas itu adalah rahasia rasa dari pada rahasia rasa yang merasakan indahnya mengingat-ingat dan menghayati Ada dan Wujud Diri-Ku Yang Al-Ghayb itu didalam rasanya. Yang demikian itu hanya Aku letakkan di dalam hatinya orang yang Aku cintai dari antara hamba-hambaKu. (Firman Allah dengan susunan kalimat oleh Junjungan Nabi Muhammad SAW.)
Kemudian untuk menjadi hamba yang dicintai olehNya maka harus berusaha keras dan sungguh-sungguh mencintai Allah (sangat ditentang oleh nafsu manusia yang wujudnya nafsu adalah jiwaraganya).
Untuk mencintai Allah dan dicintai olehNya maka harus dengan sungguh-sungguh memahami firman Allah dalam QS. Ali Imran 31.
“Qul, adalah fiil amar. Perintah Allah kepada hamba yang di utus, sekarang ini juga. Untuk percaya hal ini sungguh ditentang oleh nafsu dan watak akunya manusia. Inkuntum tuhibbunallah fattabi’uuni yuhbikumullah wa yaghfirlakum dzunuubakum. Wallahu ghafuurun rahiimun.
Jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka itba’lah kepadaku. Adalah fiil amar. Perintah yang berlaku sekarang ini juga. Yuhbibkumullah wayaghfirlakum dzuunubakum. Yuhbibkumullah adalah fiil mudhare’ berlaku sekarang ini dan seterusnya, Allah akan selalu mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu.
Beriman dan bertaqwa sebagaimana diataslah yang dijamin Allah pasti dibukakan berkah dari langit dan dari bumi. (Q.S. Al A’raf; 96) tetapi apabila benarnya beriman dan bertaqwa itu didustakan, maka yang diturunkan Allah adalah azab di sebabkan apa yang selalu mereka kerjakan (memenuhi perintah nafsu dan watak akunya yang melebihi batas, memandang dirinya serba cukup. Karena itu abaa wastakbaraa. Dicipta Allah dari setetes mani akan tetapi ternyata hanya menjadi penentang yang terang-terangan terhadap seruan Allah dan rasulNya).
Imam Al-Qaim Al Mahdi yang diajarkan adalah petunjuk Allah tentang Al-kitab, Al-Hikmah dan An-Nubuwah. Senjatanya : Al Qur’an, Nubuwah dan Jamaah. Semua itu demi untuk mengembalikan Hak mutlakNya Allah Swt. Dan hak-hak Junjungan Nabi Muhammad SAW. Dan para penerusnya yang haq dan sah mewakili tugas dan kewajibannya sebagai Rasulullah pada tempatnya semula
Tanjung, 19 Juni 2007
IMAM GERAKAN JAMAAH LIL-MUQORROBIEN
KH. MUHAMMAD MUNAWWAR AFANDI
hamba_tuhan. Diberdayakan oleh Blogger.
time
!doctype>
0 komentar